
Perjanjian Bagi Hasil Padi Sawah Antara Pemilik Dengan Petani Penggarap Di Kecamatan Krayan Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara
Pengarang : Ryan Kelly - Personal Name;
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2021XML Detail Export Citation
Abstract
Skripsi ini di tulis oleh Ryan Kelly, NPM 16.40501.091, Di bawah bimbingan Dr. Basri, S.H., M.Kn dan Wiwin Dwi Ratna F, S.H., M.Hum. Bahwa di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara, khususnya Kecamatan Krayan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sawah padi, masyarakat Kecamatan Krayan sangatlah menguntungkan hidupnya pada tanah, terutama tanah sebagai lahan pertanian. Ada pula dari beberapa masyarakat di yag tidak memiliki lahan untuk di garap, masyarakat yang tidak memiliki lahan garapan biasanya menyewa tanah orang lain untuk di garap dengan perjanjian bagi hasil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perjanjian antara pemilik sawah padi pertanian dengan petani penggarap, untuk mengetahui dan menganalisa apa saja yang menjadi hak dan kewajiban antara pemilik sawah padi pertanian dengan petani penggarap yang ada di Kecamatan Krayan Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara. Penelitian yang penulis lakukan di sini adalah penelitian hukum empiris yaitu penelitian terhadap data sekunder yang dikaitkan dengan ketentuan hukum yang berlaku, penelitian ini penulis lakukan di Kecamatan Krayan Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara, dan informan dalam penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Krayan yang turut dalam melakukan perjanjia bagi hasil. Dari hasil penelitian yang di lakukan oleh penulis bahwa perjanjian di laksanakan dengan cara mufakat atau lisan antara para pihak yang melakukan perjanjian bagi hasil, dengan dasar rasa saling percaya, antara satu dengan yang lain. Untuk hak pemilik sawah padi, berhak menerima hasil panen sesuai dengan imbangan yang telah di tentukan sebelumnya, sedangkan kewajibanya pemilik sawah padi wajib memberikan izin kepada penggarap untuk mengola tanah tersebut, memberikan modal kepada penggarap, menyediakan bibit dan pupuk jika di butuhkan. Untuk hak penggarap berhak menerima separuh bagian hasil dari tanah sawah padi dari hasil, sesuai imbangan yang telah di sepakati. Untuk penggarap wajib mengelola tanah, dalam artian mejaga dan merawatnya, memberikan imbangan menurut kesepakatan, menyerahkan Kembali tanah garapan kepada pemilik setelah berakhir perjanjian.
In nunukan regency, north Kalimantan province, especially Krayan district, the majority of the population earns a living as rice farmers, the people of krayan districk are very profitable on land, especially agricultural land. There are also some communities that do not have land to cultivate. Those do not have cultivated land usually rent other people’s land to work on with a profit-sharing agreement. This study aimed to find out how the implementation of the agreement between the owner of the agricultural rice field and the tenant farmer. To find out and analyze what were the rights and obligations between the owner of the agricultural rice field and the tenant farmer in krayan district, nunukan regency, north Kalimantan province. This was an empirical legal research that used secondary data associated applicable legal provisions. This research was conducted in krayan district, nunukan regency, north Kalimantan province. The informants in this study were the people of krayan district who participated in the agreement of profit sharing. The results of research showed that the agreement was carried out verbally or by consensus between the parties who made a profit-sharing agreement on the basis of mutual trust between one another. The rice field owner was entitled to receive to receive the harvest in accordance white the predetermined balance, while the obligation was that the owner of the field was to give permission to the cultivator to cultivate the land, provide capital to the cultivator, and provide seeds and fertilizer if needed. The cultivator was entitled to receive half of the results,according to the agreed balance cultivators were obliged to manage the land, in the sense of maintaining and caring for it, providing balance according to the agreement, and handing back the arable land to the owner after the agreement ends.