Di Pulau Tarakan Teknik Yang Digunakan Oleh Petani Budidaya Kepiting Soka Yaitu Dengan Teknik Pemotongan Kaki Dengan Cara Mematahkan Capit Dan Kaki Jalan Kepiting Sehingga Yang Tersisa Hanya Capit Besar (Mengambil Makanan). Tetapi Dalam Perkembangannya Dengan Menggunakan Teknik Pemotongan Kaki Kepiting Tersebut Ternyata Muncul Permasalahan Baru Yaitu Mortalitas (Kematian) Meningkat. Tujuan Penelitian Ini Adalah Pengaruh Penambahan Hormon Tiroksin Terhadap Percepatan Ganti Kulit (Moulting) Kepiting Bakau (Scylla Serrata) Dengan Perbandingan Dosis Yang Berbeda. Dan Lama Waktu Yang Dibutuhkan Kepiting Bakau Melakukan Pergantian Kulit (Moulting) Dengan Penambahan Hormon Tiroksin. Parameter Yang Diukur Adalah Moulting, Pertumbuhan Bobot Mutlak Dan Kelangsungan Hidup. Rancangan Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini Adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Dengan 4 Perlakuan Dan 6 Ulangan. Rincian Perlakuannya Adalah Sebagai Berikut : A = Kontrol, B = Kontrol (Dengan Mutilasi), C = 0.2 ?G/Bb, D = 0.4 ?G/Bb. Kepiting Bakau Yang Mengalami Ganti Kulit (Moulting) Tercepat Pada Perlakuan B (Kontrol Mutilasi) Yaitu Pada Hri Ke-20, Dan Pada Perlakuan C (Dosis 0,2) Yaitu Pada Hari Ke-33. Berdasarkan Pengujian Statistic Pada Perlakuan Dengan Penambahan Hormon Tiroksin Bahwa Data Penigkatan Berat Kepiting Bakau Berbeda Nyata Dengan Control (P < 0.05). Berdasarkan Uji Tukey Perlakuan B Berbeda Nyata Dengan Perlakuan,C Dan D. Menunjukan Tingkat Kelangsung Hidup Perlakuan A,C Dan D Itu 100%, Sedangkan Pada Perlakuan Kontrol B Nilai SR 33 % Pada Perlakuan Ini Mengalami Kematian Di Karenakan Salah Teknik Pemotongan Kaki Dan Secara Fisiologi Gagal Dalam Adaptasi Lingkungan Tambak. Kelangsungan Hidup Kepiting Bakau Tertinggi Pada Perlakuan A,C Dan D (100 %) Dan Terendah Pada Perlakuan B (33 %). Pertumbuhan Berat Bobot Mutlak Kepiting Bakau Tertinggi Pada Perlakukan D (Rata-Rata 11,17 Gram), Disusul Perlakuan C (Rata-Rata 10,83 Gram), A (Rata-Rata 9,50 Gram) Dan D (Rata-Rata 9,00 Gram).
Kata Kunci: Hormon Tiroksin, Moulting, Kelangsungan Hidup

On The Island Of Tarakan The Technique Used By Farmers Cultivating Soka Crabs Is By Cutting The Foot Technique By Breaking The Claws And Feet Of The Crab Path So That Only The Remaining Large Claws (Take Feed). But In Its Development By Using The Technique Of Cutting The Crab Legs It Turns Out A New Problem That Is Increased Mortality (Death). The Purpose Of This Study Is The Effect Of The Addition Of Thyroxine Hormone To The Acceleration Of Moulting Of Mangrove Crab (Scylla Serrata) With Different Dose Ratio And The Length Of Time It Takes The Mangrove Crab To Do The Skin Replacement (Moulting) With The Addition Of Thyroxine Hormone. Measured Parameters Are Mouliting, Absolute Weight Growth And Survival, The Design Used In This Study Was Completely Randomized Design (RAL) With 4 Treatments And 6 Replications. Details Of Treatment Are As Follows: A = Control B = Control (With Mutilation) C = 0.2 ?G / Bb D = 0.4 ?G / Bb. The Fastest Moulting Crabs In Treatment B (Mutilation Control) Are On The 20th Hri, And At Treatment C (Dose 0.2) Ie On The Thirty Three Days. Based On Statistic Test On Treatment With Addition Of Thyroxine Hormone The Gain Of Mangrove Crab Significantly Different With Control (P < 0.05). Based On The Tukey Test The Treatment Of B Was Significantly Different From The Treatments, C And D. The Live Treatment Rate Of A, C And D Was 100%, Whereas In The Control Treatment B SR 33% In This Treatment Experienced Death Due To Wrong Feed Cutting Technique And Physiology Fails In The Adaptation Of The Pond Environment. The Highest Survival Of Mangrove Crabs In Treatment A, C And D (100%) And Lowest In Treatment B (33%). The Weight Growth Of Absolute Weight Of Moth Crab Was Highest In Treatment D (Mean 11,17 Gram), Followed By Treatment C (Mean 10,83 Gram), A (Average 9,50 Gram) And D (Mean 9,00 Grams). Keywords: Thyroxine Hormone, Moulting, Survival