
Penegakan Hukum Terhadap Orang Yang Melakukan Pembelaan Diri Dengan Melakukan Penganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian
Pengarang : Ariansyah - Personal Name;
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2022XML Detail Export Citation
Abstract
Penelitian ini bermaksud untuk menjawab dua pertanyaan terkait pembelaan terpaksa dalam hukum pidana, Pertama bagaimana Pembelaan diri yang dapat dikatakan sebagai tindak pidana penganiayaan? Kedua Bagaimana Tindakan hukum terhadap pembelaan diri dengan melakukan penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif, dimana penulis menggunakan beberapa pendekatan seperti pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Data yang digunakan bersumber dari data premier yang disumber-sumber hukum, dan data sekunder yang diperoleh dari buku, jurnal, ariket, data internet, dan kamus. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa : Pertama tindakan pembelaan terpaksa yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka melindungi dirinya meskipun tindakan tersebut melanggar hukum namun oleh KUHP tindakan tersebut dibenarkan, namun KUHP tidak memberikan batasan yang tegas terkait tindakan apa saja yang masih dikategorikan dapat dibenarkan oleh hukum. Kedua Pada perkara 372/Pid.B/2020/PN.Pdg dan 373/Pid.B/2020/PN.Pdg dimana perkara ini merupakan suatu kejadian yang sama dengan dua orang terdakwa, para terdakwa dijatuhi putusan penjara oleh hakim, hakim menilai bahwa tindakan pembelaan yang dilakukan oleh para terdakwa tidak dapat dikategorikan sebagai suatu pembelaan terpaksa sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 49 KUHP karena hakim menilai tindakan yang dilakukan oleh para terdakwa seharusnya dapat dihindari dan tidak dilakukan maka oleh hakim tindakan tersebut dikategorikan sebagai suatu penganiayaan karena mengakibatkan korban meninggal dunia pada kejadian tersebut hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Andi Hamzah dimana pembelaan terpaksa harus merupakan tindakan seketika, dan tidak dapat dihindari, serta tindakan pembelaan harus seimbang dengan serangan yang dihadapi.
This study aims to answer two questions related to forced defense in a crime, First, how is self-defense that can be said to be a criminal act? Second, how to take legal action against self-defense by taking actions that result in death. This thesis uses a normative research method, where the author uses several approaches such as the law approach, conceptual approach, and case approach. The data used are sourced from primary data sourced from legal sources, and secondary data obtained from books, journals, ariquettes, internet data, and dictionaries. The results of this study conclude that: The first act of defense carried out by a person in order to protect himself even though the action violates the law but by the Criminal Code such action is not justified, but the Criminal Code does not provide any restrictions related to any actions that are considered justifiable by law. In cases 372/Pid.B/2020/PN.Pdg and 373/Pid.B/2020/PN.Pdg where this case is the same incident with two people, the second prison decision by the judge, the judge considered that the defense action carried out by the parties cannot be categorized as a forced defense as referred to in article 49 of the Criminal Code because it assesses that the assessment of the actions taken by the parties must be avoided and not carried out, then the action is judged as a cause of death of the victim. The theory put forward by Andi Hamzah in which the defense must be an immediate action, and cannot be avoided, and the defense action must be balanced with the attack being faced.