
Tinjauan Wali Hakim Sebagai Pengganti Wali ADHAL (Analisa Putusan Pengadilan Agama Tarakan Nomor Perkara 0007/Pdt.P/2016/PA.Trk)
Pengarang : Febriadi Paulus - Personal Name;
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2019XML Detail Export Citation
Abstract
Berbicara mengenai hubungan suami istri berarti juga berbicara tentang perkawinan, oleh karena itu perkawinan itu terjadi apabila sudah di penuhinya semua rukun, baik rukun maupun syarat perkawinan, salah satu rukun yang harus di penuhi adalah adanya wali nikah. Tapi ada kalahmya wali menolak untuk menikahkan anak gadis yang di bawah perwaliaanya Permasalahan di atas menimbulkan isu hukum mengenai bagaimana peraturan perundang – undang dan hukum islam mengenai wali yang menolak menikahkan gadis yang di bawah perwaliaany,dan pertimbangan hakim dalam putusanya di pengadilan agama mengenai penolakan wali ini. Isu hukum ini di teliti menggunakan tipe penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang ditinjau dari aspek-aspek peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan masalah yang akan diteliti yaitu penelitian bersifat diskriptif, dengan menggunakan pendekatan perundangundangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) pendekatan kasus (case approach). Hasil dari penelitian ini adalah, pertama dalam undnag – undang pekawinan pasal 18 dan pasal 21 angka 3 pihak yang perkawinan di tolak dapat menjauhkan permohonan kepada pengadilan, Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Untuk menyatakan adhol-nya seorang wali, maka diperlukan penetapan dari Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah yang mewilayahi tempat tinggal calon mempelai wanita, Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Nikah Ketentuan mengenai wali adhol dalam peraturan ini sama dengan ketentuan dalam peraturan tersebut di atas, kompilasi Hukum Islam :Ketentuan mengenai wali adhol dalam hukum Islam diatur dalam Pasal 23. Substansinya pada dasarnya sama dengan kedua Peraturan Menteri Agama tersebut di atas, kedua pertimbangan dalam putusan hakim dalam wali adhol adalah mengacuh kepada Ketentuan Pasal 23 Ayat (1) dan Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Qalyubi juz II halam 225, Pasal 8 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Talking about the husband and wife relationship means also talking about marriage, therefore marriage occurs when all the pillars have been fulfilled, both the pillars and the conditions of marriage, one of the pillars that must be fulfilled is the presence of a marriage guardian. But there is a lack of guardians who refuse to marry girls under their guardianship. The above problems raise legal issues regarding how the laws and Islamic law regarding guardians refuse to marry girls under their guardianship, and the judge's consideration in his decision in the religious court regarding the refusal of a guardian. this. This legal issue is examined using a normative juridical research type, namely research that is viewed from the aspects of the applicable laws and regulations in accordance with the problem to be studied, namely descriptive research, using a statutory approach, conceptual approach. case approach. The results of this study are, firstly in the marriage law article 18 and article 21 number 3, the party whose marriage is rejected can keep the application from the court, Minister of Religion Regulation Number 30 of 2005 To declare the adhol of a guardian, it is necessary to stipulate from the Court Religion/Syar'iyah Court which covers the residence of the prospective bride, Regulation of the Minister of Religion Number 11 of 2007 concerning Marriage Registration The provisions regarding adhol guardians in this regulation are the same as the provisions in the regulation above, compilation of Islamic Law: Provisions regarding adhol guardians in law Islam is regulated in Article 23. Its substance is basically the same as the two Regulations of the Minister of Religion mentioned above, the two considerations in the judge's decision in wali adhol are referring to the provisions of Article 23 Paragraph (1) and the Compilation of Islamic Law and the Book of Qalyubi juz II page 225, Article 8 Law No. 1 of 1974.