Kedudukan Grasi Sebagai Upaya Hukum Istimewa Terhadap Kejahatan Luar Biasa (Extra Ordinary Crime) | ELECTRONIC THESES AND DISSERTATION
Image of Kedudukan Grasi Sebagai Upaya Hukum Istimewa Terhadap Kejahatan Luar Biasa (Extra Ordinary Crime)

Kedudukan Grasi Sebagai Upaya Hukum Istimewa Terhadap Kejahatan Luar Biasa (Extra Ordinary Crime)

Pengarang : Grandis Mahendra Abadi - Personal Name;

Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2021
XML Detail Export Citation
    SKRIPSI

Abstract

Penelitian ini bermaksud menjawab dua pertanyaan terkait kedudukan grasi sebagai upaya hukum istimewa. Pertama, apa ratio legis adanya Grasi sebagai upaya hukum istimewa terhadap kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)? Kedua, eksistensi pemberian grasi terhadap terpidana terkait efek jera pemidanaan dalam hukum positif di Indonesia? Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang grasi dan sejarah grasi. Data yang digunakan dalam skripsi ini terdiri dari data primer yang didapatkan dari dokumen hukum yang sifatnya otoritatif, dan data sekunder yang diperoleh dari buku, jurnal, artikel, website, dan kamus hukum. Hasil dari penelitian ini yaitu pertama, Grasi merupakan upaya hukum istimewa yang bisa diajukan terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Grasi juga dikatakan sebagai alat pengoreksi terhadap putusan hakim yang memutus perkara pada saat proses persidangan agar meminimalisirkan resiko kekeliruan vonis yang dijatuhkan oleh hakim. Adanya grasi di Indonesia sendiri terdiri dari beberapa landasan, yaitu dari segi sejarah atau disebut dengan landasan historis, landasan filosofis, landasan yuridis dan landasan sosiologis. Kedua, eksistensi pemberian grasi terhadap terpidana terkait efek jera pemidanaan baik hukuman pidana yang menimbulkan efek jera ataupun pemberian grasi sama-sama didasari pada sanksi pidana terhadap tindak pidana, jadi seharusnya tidak ada pertentangan antara pemberian grasi dan efek jera dari suatu pemidanaan, tetapi kenyataannya pada pelaksanaan pemberian grasi ini justru membuat efek jera pemidanaan ini menjadi berkurang, justru terdapat terpidana yang telah mendapatkan Grasi oleh presiden ini tetap melakukan tindak pidana secara berulang.

This research aims to answer two questions related to the position of clemency as a special legal remedy. First, what is the “ratio legis” for clemency as a special legal remedy against extraordinary crimes? Second, is the existence of granting clemency to convicts related to the deterrent effect of punishment in positive law in Indonesia? This study used a normative legal research method, with reference to the legislation about clemency and history of clemency. The data used in this study consists of primary data obtained from authoritative legal documents, and secondary data obtained from books, journals, articles, websites, and legal dictionaries. The results of this study are first, clemency is a special legal remedy that can be filed against a court decision that has permanent legal force. Clemency is also said to be a correction tool for the judge's decision who decides the case during the trial process in order to minimize the risk of error in the verdict handed down by the judge. The existence of clemency in Indonesia itself consists of several foundations, namely historical basis, philosophical basis, juridical basis and sociological basis. Second, the existence of granting clemency to convicts is related to the deterrent effect of punishment. Both criminal penalties that cause a deterrent effect and granting pardons are both based on criminal sanctions against criminal acts, so there should be no conflict between granting clemency and the deterrent effect of punishment. In reality, the implementation of granting clemency actually reduces the deterrent effect of this punishment. In fact, there are convicts who have received clemency by the president and continue to commit crimes repeatedly.

Detail Informasi