
Potensi Kemandirian Pendanaan Wilayah Kalimantan Timur Bagian Utara Dalam Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara (KALTARA)
Pengarang : Meylani Benyamina Koraag - Personal Name;
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2012XML Detail Export Citation
Abstract
Pembentukan Daerah Otonomi Baru yang disahkan menjadi Undang- Undang (UU) oleh DPR-RI dalam sidang Paripurna pada tanggal 12 April 2012 di Gedung DPR-MPR Senayan, Jakarta, adalah Penetapan Undang-Undang (UU) Pembentukan Daerah Otonomi Baru untuk 19 daerah otonom baru di Indonesia salah satunya ialah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui Potensi Kemandirian Pendanaan Wilayah Kalimantan Timur bagian Utara dalam pembentukan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Analisa yang digunakan adalah analisa terhadap Derajat Desentralisasi Fiskal, Kebutuhan Fiskal (Fiscal Need), Kapasitas Fiskal (Fiscal Capacity), dan Upaya Fiskal (Tax Effort). Hasil analisis penelitian berdasarkan Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota di Wilayah Kalimantan Timur bagian Utara adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) 7,405%, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) 73,884%, Sumbangan atau Bantuan (SB) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) 18,71%. Kebutuhan Fiskal di Wilayah Kalimantan Timur bagian Utara sangat besar yaitu Hasil rata-rata kelima Kabupaten/Kota di Wilayah Kalimantan Timur bagian Utara adalah 4,764%. Kapasitas Fiskal di Wilayah Kalimantan Timur bagian Utara memiliki Kapasitas Fiskal yang relatif baik yaitu Hasil rata- rata kelima Kabupaten/Kota di Wilayah Kalimantan Timur bagian Utara adalah 4,689% (dengan migas) dan 4,749% (tanpa migas). Upaya Fiskal dari pemerintah daerah disetiap Kabupaten/Kota di Wilayah Kalimantan Timur bagian Utara belum baik, terlihat dari Hasil rata-rata kelima Kabupaten/Kota di Wilayah Kalimantan Timur bagian Utara adalah -7,499% (dengan migas) dan -7,054% (tanpa migas). Berdasarkan data yang diolah dan setelah dilakukan analisa data maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kemandirian keuangan daerah Kabupaten/Kota di Kalimantan Timur bagian Utara masih relative rendah. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan antara pemerintah daerah kepada pemerintah pusat masih tinggi.
Establishment of a New Autonomous Region passed into law by the Parliament in plenary session on 12 April 2012 in the House of Representatives- MPR Senayan, Jakarta, is the determination Act Establishment of a New Autonomous Region for 19 autonomous regions new in Indonesia, one of which is the province of North Borneo (Kaltara). This thesis aims to determine the potential independence of East Kalimantan Regional Funding in the formation of the Northern Province of North Borneo (Kaltara). The analysis used is analysis of Fiscal Decentralization Degree, Needs Fiscal (Fiscal Need), Capacity Fiscal (Fiscal Capacity), and efforts Fiscal (Tax Effort). The results of the analysis of the study by the Fiscal Decentralization Degree Regency/City in the Northern part of East Kalimantan region is revenue (PAD) to Total Regional Income (TPD) 7.405%, Profit Sharing Taxes and Non-Tax (BHPBP) to Total Revenue area (TPD) 73.884%, Donations or Assistance (SB) to Total Regional Income (TPD) of 18.71%. Fiscal Needs in the Northern part of East Kalimantan region is very large which results average five regencies/cities in the Northern part of East Kalimantan region is 4.764%. Fiscal Capacity in the Northern part of East Kalimantan region has a relatively good fiscal capacity of the average yield five regencies/cities in the Northern part of East Kalimantan region is 4.689% (with gas) and 4.749% (without oil). Fiscal Efforts of the local government in each district/city in the Northern part of East Kalimantan region has not been good, as seen from the average results of the five districts/cities in the Northern part of East Kalimantan region is -7.499% (with gas) and -7.054% (without oil and gas). Based on the data that is processed and after analysis of data it can be concluded that the level of financial independence of districts/cities in the Northern part of East Kalimantan is still relatively low. This suggests that the dependencies between local governments to the central government remains high.