
Penerapan Prapenuntutan yang Dilakukan Oleh Jaksa Dalam Perkara Pidana
Pengarang : Ahmad Samuri - Personal Name;
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2014XML Detail Export Citation
Abstract
Dalam prakteknya banyak ditemui proses Prapenuntutan yang berlarut larut sehingga menyebabkan penyelesaian perkara sangat lama dan bertentangan dengan asas hukum yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Prapenuntutan sendiri tidak tersirat secara eksplisit di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209. Penelitian bersifat empiris ini menggunakan metode wawancara dengan Jaksa di Kejaksaan Negeri Tarakan dan Penyidik Kepolisian Resor Tarakan. Untuk menjawab permasalahan data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Secara umum hambatan dalam pelaksanaan Prapenuntutan adalah tidak ada ketentuan perihal berapa kali berkas perkara bolak-balik ditangan jaksa ke penyidik, penyidik kurang proaktif dalam melakukan koordinasi dengan jaksa sejak dikirim Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh penyidik kepada Jaksa, Penyidik menilai petunjuk jaksa untuk melengkapi berkas perkara (P-19) dianggap oleh penyidik mengada-ada atau seolah-olah mencari kesalahan penyidik. Serta secara khusus perlunya direvisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209. Profesionalisme aparat penegak hukum dan kerja sama yang baik antar aparat penegak hukum dalam proses prapenuntutan karena sangat menentukan keberhasilan penuntutan.
Tidak Tersedia Deskripsi