Kartel Sebagai Perjanjian yang Dilarang Dalam Kegiatan Usaha Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat | ELECTRONIC THESES AND DISSERTATION
Image of Kartel Sebagai Perjanjian yang Dilarang Dalam Kegiatan Usaha Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Kartel Sebagai Perjanjian yang Dilarang Dalam Kegiatan Usaha Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Pengarang : Maulana Ramadhan - Personal Name;

Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2015
XML Detail Export Citation
    SKRIPSI

Abstract

Untuk mewujudkan pasar persaingan yang sehat, harus bebas dari unsur-unsur yang dapat menghambat pasar persaingan sempurna, salah satu penghambat persaingan sehat adalah kartel. Kartel bertujuan untuk mengatur harga, jumlah barang dan atau jasa serta pemasaran. Sehingga memiliki dampak yang merugikan tidak hanya kepada konsumen dan pelaku usaha tetapi juga Negara. Untuk itu penulis mengangkat kartel sebagai perjanjian yang dilarang dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta beban pembuktian adanya kartel dalam kegiatan usaha. Penulisan Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu cara yang dilakukan untuk mendapatkan kebenaran dalam pembahasan permasalahan yang ada dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach). Kartel menurut pasal 11 merupakan perjanjian yang dilarang, sehingga akibat hukum dari kartel adalah batal demi hukum. Hal tersebut dikarenakan selain melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pasal 11, juga melanggar pasal 1320 tentang syarat sah perjanjian, yaitu sebab yang halal. Selain itu kartel juga melanggar pasal 1339 KUHPer. Berdasarkan pasal yang mengatur tentang pembuktian, pasal 163 HIR, pasal 283 Rbg dan pasal 1865 Burgelijk Wetboek menunjukan beban pembuktian kartel terletak pada penggugat dan tergugat. Hal ini dikarenakan teori yang diterapkan di Indonesia dalam menangani kasus kartel menggunakan teori rule of reason yang mengharuskan untuk melengkapi bukti-bukti langsung (direct evidence) maupun bukti tidak langsung (indirect evidence) dimana penggugat maupun tergugat harus mengumpulkan bukti-bukti dan dampak yang ditimbulkan dari perjanjian tersebut.



In order to establish a fair market competition, there should be no any element which could detain a market from growing fairly, and cartel is one that can trigger such an unfair market competition to take into place. The purposes of cartel are actually to set the price of goods and service, quantity and distribution. So that, cartel can cause any damage not only to the customer, but also to another business actor and the State. Therefore, the writer proposes cartel as the theme of this little thesis. This method of writing normative juridical research that method to get the truth in the purpose of existing problems with legal approach. Despite of that, according to article 11 of the Law of Anti Monopoly and Unfair Market Competition, cartel has no legal power or in other word is null and void. Cartel does not only violate the Law of Anti Monopoly and Unfair Market Competition, but also article 1320 and 1339 of Indonesian Civil Code (KUHPer) which generally regulate about the legality of agreement. According to some articles that regulate about the verification of proof, in which consist of article 163 HIR, 283 Rbg and 1865 Burgelijk Wetboek, indicate that the burden of proof must be rely on both the plaintiff and defendant. Still, Indonesia adopting rule of reason as the method to analyze cartel where the evidence consists of two, they are direct and indirect evidence. This is all considered by law to help identifying the effect that might be arising from cartel

Detail Informasi