Euthanasia Dalam Perspektif Hukum Pidana Dan Hak Asasi Manusia | ELECTRONIC THESES AND DISSERTATION
Image of Euthanasia Dalam Perspektif Hukum Pidana Dan Hak Asasi Manusia

Euthanasia Dalam Perspektif Hukum Pidana Dan Hak Asasi Manusia

Pengarang : Kade Ayu Dwi Lestari - Personal Name;

Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2016
XML Detail Export Citation
    SKRIPSI

Abstract

Hak pasien untuk mati yang seringkali dikenal dengan istilah euthanasia, sudah kerap dibicarakan oleh para ahli dan menimbulkan perdebatan. Para ahli baik di bidang medis, agama, maupun hukum belum menemukan kata sepakat untuk tindakan euthanasia yang berkaitan dengan keinginan pasien untuk lebih memilih mengakhiri hidupnya demi menghentikan penderitaan yang dialaminya baik atas permintaan pasien sendiri ataupun keluarga. Rumusan masalah dari penulisan hukum ini adalah mengenai perspektif hukum pidana dan hak asasi manusia terhadap euthanasia dan bentuk pertanggungjawaban pidana terhadap kejahatan euthanasia. Metode yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP. Apabila ditelusuri secara yuridis formal dalam hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal 2 bentuk euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri yang disebut dengan euthanasia aktif dimana diatur dalam Pasal 344 KUHP dan euthanasia yang dilakukan dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap pasien yang disebut dengan euthanasia pasif diatur dalam Pasal 304 KUHP. Apabila euthanasia ini dikaitkan dengan hak asasi manusia, merupakan suatu pelanggaran karena berhubungan dengan hak mempertahankan hidup pasien yang harus dilindungi oleh negara terutama negara hukum yaitu Indonesia yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 itulah sebabnya negara hukum harus menjunjung tinggi hak asasi manusia. Pertanggungjawaban pidana yang dilakukan dokter atau tenaga medis dalam kasus euthanasia, ditinjau dari KUHP sebenarnya hanya melihat dokter sebagai pelaku utama euthanasia tanpa melihat latar belakang dilakukannya euthanasia tersebut, mungkin saja dilakukan karena permintaan pasien itu sendiri untuk mengurangi rasa sakit dan penderitaanya, sehingga dikatakan bahwa posisi dokter itu serba salah. Akan tetapi, dalam Pasal 50 huruf a Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional.

Tidak Tersedia Deskripsi

Detail Informasi