
Tanggung Jawab Bupati Dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah Melalui Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan Dengan Pihak Ketiga
Pengarang : Martha Ramba - Personal Name;
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2017XML Detail Export Citation
Abstract
Aset-aset Daerah yang diperoleh dari keuangan daerah,yang dikuasi oleh daerah, harus dapat dimanfaatkan dan dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan daerah. Namun dalam rangka pengoptimalisasi aset daerah, maka tidak menutup kemungkinan beberapa aset daerah dapat dikerjasamakan kepada pihak ketiga, untuk itu perlu diketahui Ratio legis pengaturan pengelolaan barang milik daerah melalui kerjasama pemanfaatan dan bentuk tanggung jawab Bupati dalam pengelolaan barang milik daerah melalui Perjanjian kerjasama Pemanfaatan dengan pihak ketiga Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Ratio legis daerah dapat melakukan kerjasama pemanfaatan barang milik daerah dengan pihak ketiga adalah alasan mengenai pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, mengoptimalkan daya guna dan hasil Barang Milik Daerah sehingga menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dan Penatausahaan Barang Milik. Bentuk tanggung jawab Bupati sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah melalui kerjasama pemanfaatan dengan pihak ketiga,Bupati bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan Barang Milik Daerah walaupun dalam pelaksanaannya Bupati boleh melimpahkan kewenangannya ke pengelola Barang dalam hal ini Sekretaris Daerah sehingga memberi kewenangan kepada pengelola barang untuk melaksanakan kerjasama pemanfaatan Barang Milik Daerah, sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 Permendagri No. 19 Tahun 2016 Tentang Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Regulasi dan pengawasan terhadap bawahannya sebagai penerima mandat pengelola Barang Milik Daerah perlu dilakukan sehingga terhindar dari penyalagunaan Barang Milik Daerah yang dikerjasamakan yang berpotensi merugikan keuangan daerah.
The state assets which are purchased and claimed by the local government must be able to be totally utilized for the sake of local interest. To optimize the state assets, there is a possibility for some assets, to be made utilization agreement between local government (the regent) and third parties. Therefore, the ratio legis of the state-owned asset management and the responsibilities of the regent is required in the agreement. The methods used in this normative legal research were satute approach and conceptual approach. The research findings indicated that ratio legis was required in the utilization agreement for many reasons such as efficiency and effectiveness of public services and optimizing the utilization of state assets to become local own-source revenue. The verse 9 of Home Ministry Regulation number 16 the year 2016 about how to manage the state assets is responsible for defining policies of usage, utilization, change owner, security, and maintenance of state assets and for making regulations and doing supervision to their subordinates to prevent them from any wrongdoing. The regent as the authority of state-owned asset management in the utilization agreement has a full responsibility to manage the assets. However, in realization, the regent can give his or her authority to the asset manager which is the state secretary so that the state secretary can execute the agreement as mentioned in the home Ministry Regulation number 16 the year 2016. The regulation and supervision to their subordinates need to be done to prevent them from any wrongdoing of the assets under agreement.