
Analisis Putusan Hakim Praperadilan Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Dalam Kasus La Nyalla Mattalitti (Studi Putusan Praperadilan Nomor : 19/PRA.PER/2016/PN.SBY)
Pengarang : Amelia Ayu Sekarini - Personal Name;
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2019XML Detail Export Citation
Abstract
Inti dari praperadilan adalah melindungi hak asasi manusia terhadap siapa saja yang berhadap dengan hukum pidana Indonesia, karena dalam hukum pidana terdapat upaya paksa dalam pelaksanaanya yang dikenal sebagai ultimum remedium. Hal tersebut sesuai dengan asas atau prinsip yang dianut oleh KUHAP sendiri yang berusaha melindungi hak asasi manusia lebih dari HIR, sehingga perbuatan atau tindakan hukum yang dilaksanakan oleh penegak hukum dalam melaksanakan atau menegakkan hukum pidana yang mempunyai upaya paksa bisa dilakukan usaha atau tindakan praperadilan jika dirasa tidak sesuai aturan terlepas dari upaya paksa yang sudah diatur dan bisa dilakukan upaya praperadilan. Penelitian ini membahas dasar pertimbangan putusan hakim praperadilan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 19/PRA.PER/2016/PN.SBY yang dimohonkan Pemohon La Nyalla Mahmud Mattalitti. Dalam putusan tersebut,
hakim tunggal Ferdinandus mengabulkan permohonan pemohon yang menyatakan bahwa penetapan tersangka adalah tidak sah. Penelitian ini akan menguraikan terhadap pertimbangan hukum dari putusan praperadilan dan kesesuaian putusan hakim praperadilan dengan KUHAP dan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yang dilakukan melalui pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dasar pertimbangan hakim praperadilan dalam Putusan Praperadilan Nomor: 19/PRA.PER/2016/PN.SBY yakni mengenai prosedur penetapan sebagai tersangka, barang bukti yang dikembalikan sebelum dilakukan penyelidikan dan penyidikan, tidak ada fakta baru dalam proses penyidikan ke-2 dan perkara ne bis in idem. Dasar pertimbangan tersebut telah sesuai dengan KUHAP dan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia.
The substance of pretrial justice is to protecting human rights against anyone who is dealing with Indonesian criminal law, because in criminal law there is a forced effort in its implementation known as ultimum remedium. This is in accordance with the principle or principle adopted by the KUHAP itself which seeks to protect human rights more than HIR did, so that any legal actions carried out by law enforcers in implementing or enforcing the criminal law that has a forced effort can be done by pretrial action if deemed not in accordance with the rules regardless of the prescribed forced measures and pretrial efforts. This research is dicusses the dictum on the Pretrial Verdict Number: 19/PRA.PER/2016/PN.SBY filed by La Nyalla Mahmud Mattalitti. In this verdict, the Curt represented by Judge Ferdinandus granted the applicant’s request which stated that the determination of the suspect is invalid. This research will outline the legal considerations of the judge and the suitability of the pretrial judge’s considerations with Criminal Procedure Code (KUHAP) and the Indonesian criminal procedural law. This research is a normative-juridical research which conducted by using statute approach and case approach. Based on the result of the research it can be concluded that the fundamental in the dictum on the Pretrial Verdict Number: 19/PRA.PER/2016/PN.SBY regarding ot the procedure for determining as a suspect, the evidences has been returned before an investigation is carried out, there is no new facts in the second investigation process, and the case considered as ne bis in idem. All of this fundamental in the dictum of pretrial verdict has been in accordance with the Criminal Procedure Code (KUHAP) and the Indonesian criminal procedure law.