Implementasi Pasal 44 KUHP Sebagai Dasar Penghapus Pidana Terhadap Terdakwa Yang Tidak Mampu Bertanggungjawab | ELECTRONIC THESES AND DISSERTATION
Image of Implementasi Pasal 44 KUHP Sebagai Dasar Penghapus Pidana Terhadap Terdakwa Yang Tidak Mampu Bertanggungjawab

Implementasi Pasal 44 KUHP Sebagai Dasar Penghapus Pidana Terhadap Terdakwa Yang Tidak Mampu Bertanggungjawab

Pengarang : Aji Khairunnisa Sari - Personal Name;

Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2017
XML Detail Export Citation
    SKRIPSI

Abstract

Penulisan skripsi ini judul yang diangkat adalah Implementasi Pasal 44 KUHP sebagai Dasar Penghapus Pidana Terdakwa yang Tidak Mampu Bertanggungjawab. Penelitian ini dilator belakangi dengan semakin meningkatnya jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia dan semakin maraknya tindak pidana yang dilakukan oleh orang yang memiliki gangguan jiwa. Dari latar belakang tersebut muncul beberapa permasalahan yaitu bagaimana Pasal 44 KUHP sebagai Dasar Penghapus Pidana terhadap terdakwa yang tidak mampu bertanggungjawab dan proses perkara tersangka yang tidak mampu bertanggungjawab. Jenis penelitian ini adalah Yuridis Normatif. Penelitian skripsi ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan menganalisis peraturan perundang-undangan, buku, serta artikel yang berkaitan dengan penelitian. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan dasar hukum pelaksanaan Pasal 44 KUHP sebagai Dasar Penghapus Pidana terhadap Terdakwa yang Tidak Mampu Bertanggungjawab. Pasal 44 sebagai Dasar Penghapus Pidana Terdakwa yang Tidak Mampu bertanggung jawab yaitu sebagai Alasan Pemaaf dan peraturan yang ada didalam Undang-undang seharusnya sesuai dengan prosedur yang ada dilapangan. Dalam proses perkara yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap terdakwa yang diduga tidak mampu bertanggungjawab seharusnya tidak berbeda dengan proses penyidikan biasa. Dalam proses pemeriksaan terdakwa atau saksi, apabila terdapat dugaan terdakwa memiliki gangguan jiwa maka dapat dilakukan pemeriksaan terhadap kejiwaan terdakwa. Apabila hasil observasi menunjukkan terdakwa memiliki gangguan jiwa maka pihak penyidik dapat mengeluarkan surat perintah pembantaran, dan kembali setelah sembuh. Tersangka yang tergolong Pasal 44 KUHP dapat dijadikan dasar alasan pemaaf, karena jiwanya cacat dan tidak mampu mempertaggungjawabkan perbuatannya. Dan Proses Perkara terdakwa tidak berbeda dengan terdakwa yang mampu bertanggungjawab. Namun pada pelaksanaannya hampir seluruh kasus terhenti setelah terdakwa dibantarkan dan kasusnya tidak ditindak lajuti. Hendaknya dapat membuat petunjuk pelaksanaan proses perkara terhadap terdakwa yang tidak mampu bertanggungjawab.

Tidak Tersedia Deskripsi

Detail Informasi