
Pelaksanaan Perceraian Dalam Perspektif Hukum Adat Toraja
Pengarang : Ayu Christia Buntubatu - Personal Name;
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2024XML Detail Export Citation
Abstract
Penelitian ini berfokus mencari dan menjawab dua pertanyaan terkait proses perceraian berdasarkan hukum adat Toraja dan akibat hukum perceraian menurut hukum adat Toraja dan Batak. Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif terhadap kaidah-kaidah hukum terkait variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan perbandingan. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari peraturan perundang-undangan terkait perkawinan dan perceraian adat, sementara data sekunder dari buku, jurnal, majalah, dan kamus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perceraian dalam hukum adat Toraja melibatkan tahapan seperti konsultasi dengan keluarga besar, mediasi oleh pemuka adat, dan upacara adat. Hak asuh anak dan pembagian harta benda diatur ketat dengan penekanan pada kesejahteraan anak dan keadilan bagi kedua belah pihak. Proses perceraian juga melibatkan pembayaran denda adat. Dalam hukum adat Batak, perceraian juga melibatkan keluarga besar dan pemuka adat, dengan musyawarah untuk mencapai kesepakatan terkait hak asuh anak, pembagian harta benda, dan penyelesaian konflik. Sistem kekeluargaan Batak, "hulahula" dan "boru," berperan penting dalam penyelesaian perceraian. Perbandingan antara hukum adat Toraja dan Batak menunjukkan persamaan dalam penghormatan terhadap adat istiadat dan peran keluarga besar, tetapi ada perbedaan dalam proses dan detail aturan adat terkait perceraian. Hukum adat Toraja lebih menekankan pada upacara adat, sedangkan hukum adat Batak lebih menekankan musyawarah dan peran "hulahula" serta "boru." Akibat hukum dari perceraian dalam kedua hukum adat ini meliputi kedudukan suami dan istri setelah perceraian. Dalam hukum adat Toraja, kedudukan suami dan istri ditentukan berdasarkan kesepakatan adat dan aturan yang berlaku, dengan pertimbangan kesejahteraan anak dan pembagian harta yang adil. Sementara dalam hukum adat Batak, kedudukan suami dan istri juga ditentukan melalui musyawarah adat, di mana keputusan yang diambil harus menghormati nilai-nilai keluarga besar dan adat istiadat.
Kata Kunci : Perceraian, Adat Toraja, Akibat Hukum
This research focuses on finding and answering two questions related to the divorce process based on Toraja customary law and the legal consequences of divorce according to Toraja and Batak customary law. This thesis was normative legal research on legal principles related to the research variables. This research uses statutory, conceptual, and comparative approaches. The data used consists of primary data and secondary data. Primary data was obtained from laws and regulations related to customary marriage and divorce, while secondary data is from books, journals, magazines, and dictionaries. The results showed that the divorce process in Toraja customary law involves stages such as consultation with extended family, mediation by traditional leaders, and traditional ceremonies. Child custody and property division are strictly regulated with an emphasis on the welfare of the children and justice for both parties. The divorce process also involves the payment of customary fines. In Batak customary law, divorce also involves the extended family and traditional leaders, with deliberation to reach an agreement on child custody, property division, and conflict resolution.The Batak family system, "hulahula" and "boru," is essential in divorce settlements. A comparison between Toraja and Batak customary law shows similarities in respect for customs and the role of the extended family but differences in the process and details of customary rules related to divorce. Toraja customary law emphasizes traditional ceremonies, while Batak customary law emphasizes deliberation and the role of "hulahula" and "boru." The legal consequences of divorce in both customary laws include the position of the husband and wife after the divorce. In Toraja customary law, the position of husband and wife is determined based on customary agreements and applicable rules, considering the welfare of children and fair division of property. Meanwhile, in Batak customary law, the position of husband and wife is also determined through customary deliberations, where decisions must respect the values of the extended family and customs. Keywords : Devorce, Toraja Costum, Legal Consequences.