
Paradigma Baru Hukuman Mati Berdasarkan Pasal 100 Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
Pengarang : Uwais Al Qarani - Personal Name;
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2024XML Detail Export Citation
Abstract
Penelitian ini bermaksud menjawab dua pertanyaan terkait Paradigma baru Hukuman Mati yang didasarkan pada Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pertama, Problematika Hukuman Mati Dalam Pasal 100 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang terjadi di Indonesia. Kedua, Perbandingan Konsep Hukuman Mati Dalam KUHP Lama Dan KUHP Baru. Ketiga, skripsi ini merupakan penelitian normatif yang dilakukan melalui riset pada kajian dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan, serta menggunakan data primer dan data sekunder. Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan mengkaji beberapa norma, spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan.: Pertama, Paradigma baru keberdaan pidana mati dalam sistem hukum di Indonesia di tinjau dalam perspektif HAM yaitu tentu akan bertentangan dengan HAM khususnya hak untuk hidup, Namun pidana mati diperlukan pula sebagai upaya mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan khususnya yang tergolong berat. Kedua, Perbandingan urgensi Pidana mati dapat dilaksanakan menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, setelah berkelakuan baik dengan masa percobaan selama 10 (sepuluh), mendapatkan persetujuan dari Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung, kemudian hukumannya dapat berubah menjadi pidana penjara seumur hidup. Pemberian pidana mati besyarat sebagaimana di dalam Pasal 100 ayat (4), ada sebuah kata frasa “dapat”, hal ini justru akan memberikan sebuah ketidakpastian ketika dapat di ganti atau tidaknya pidana mati menjadi pidana seumur hidup. Hal ini batas waktu masa percobaan pidananya terlalu lama, kemudian proses peradilan tidak memiliki kepastian akan putusan yang didapatkannya serta belum diatur jelas mengenai batas waktu terbitnya keputusan presiden tersebut.
Kata Kunci: Problematika, Hukuman Mati, KUHP
This research aims to address two questions regarding the new paradigm of the death penalty as outlined in Article 100 of Law Number 1 Year 2023 on the Criminal Code. The first question concerns the issues surrounding the implementation of the death penalty as outlined in Article 100 of Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code (KUHP) in Indonesia. Secondly, this section compares the concept of the death penalty in the old and new criminal codes. This thesis presents a normative research study that analyses laws and regulations, using both primary and secondary data. The research utilizes the normative juridical approach by examining several norms. The research specifications are descriptive, and data collection techniques involve literature studies. The text discusses the new paradigm of the death penalty in Indonesia's legal system from a human rights perspective. While the death penalty conflicts with human rights, particularly the right to life, it is also seen as a necessary measure to prevent serious crimes. Furthermore, the urgency of the death penalty can be compared according to Law Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code. This can only be done after good behavior with a probation period of ten years, approval from the President, and consideration from the Supreme Court. The sentence can be changed to life imprisonment. Article 100, paragraph (4), provides for a conditional death penalty, using the word 'can'. This creates uncertainty as to whether the death penalty can be commuted to life imprisonment. The probation period for criminals is too long, which further complicates the judicial process. Additionally, there is no clear regulation regarding the time limit for the issuance of the presidential decree. Keywords: Problematics, Death Penalty, Criminal Code.