
Perlindungan Hukum Terhadap Saksi Korban Kekerasan Di Dalam Lingkungan Rumah Tangga
Pengarang : Renita - Personal Name;
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2019XML Detail Export Citation
Abstract
Bukan lagi rahasia umum bahwa proses pemberian kesaksian merupakan langkah yang penuh resiko. Resiko ini membayangi dan seringkali mengancam kehidupan dan kebebasan saksi korban, maupun terhadap keluarga dan pendamping. Itulah sebabnya, saksi maupun korban cenderung tidak mau berbicara karena posisi publiknya justu dapat menjadikan dirinya korban untuk kedua kalinya karena pengungkapan peristiwan yang dialami, didengar, maupun diketahui sehingga perlindungan yang memadai yang dapat diberikan kepada saksi korban dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga tersendiri bagi orang yang dijadikan saksi baik itu saksi korban dan saksi pelapor maupun saksi-saksi lainnya dalam pembuktian tindak pidana. Kekerasan dalam rumah tangga ialah setiap perbuatan seseorang terutama perempuan,yang berakibat timbulnya keksengsaraan atau penderiatan secara fisik,seksual,psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termaksud ancaman melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasaan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Akan tetapi untuk memenuhi upaya penegakan hukum dan mulai disidangkan beberapa kasus seperti kasus korupsi, kekerasaan terhadap perempuan, narkotika, kekerasaan dalam rumah tangga, penggunaan kekerasaan fisik maupun psikologis dalam bentuk teror, intimidasi sering kali diarahkan kepada saksi dan korban dengan tujuan agar saksi korban tidak memberikan kesaksian yang memberatkan para pelaku kejahatan. Dalam kekerasaan rumah tangga saksi korban berhak memperoleh perlindungan hukum yang diatur dalam pasal 16 sampai 38 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yaitu: 1. Dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisisan wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban. 2. Perlindungan ini diberikan untuk 7 hari. 3. Polri dalam memberikan perlindungan, bisa bekerja sama dengan tenaga kesehatan/rumah sakit, pekerja sosial, relawan pendamping,pembimbing rohani, shelter jika ada harus segera diterbitkan. 4. Penetapan pengadilan terhadap perlindungan korban oleh polri ini dalam 1 x 24 jam harus segera diterbitkan. 5. Permohonan perlindungan dapat diajukan oleh korban sendiri atau keluarga korban, teman korban, kepolisian, pendamping atau pendamping rohani. Selain memperoleh perlindungan hukum korban juga memperoleh hak-hak sebagai korban yang terdapat dalam pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian ini merupakan penelitan yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan perundang-undangan. Dalam tulisan ini pengkajian dititk beratkan tentang bentuk-bentuk perlindungan hukum dan kendala perlindungan saksi korban.
It is no longer a secret that the process of witnessing is a risky step. This risk looms over and often threatens the lives and freedoms of victim witnesses, as well as against families and consorts. That is why witnesses and victims tend not to talk because their public position can only make themselves victims a second time because of the disclosure of women experienced, heard or known so that adequate protection can be given to victim witnesses in criminal acts of domestic violence for the person who is a witness both the victim witness and the reporting witness and other witnesses in proving criminal acts. Domestic violence is every act of a person, especially women, which results in physical, sexual, psychological, or physical misery or neglect of the household as a threat of coercion, or illegal deprivation of liberty within the scope of the household. However, in order to fulfill law enforcement efforts and begin several cases such as corruption, violence against women, narcotics, domestic violence, use of physical and psychological violence in the form of terror, intimidation is often directed at witnesses and victims with the aim that witnesses of victims are not give testimony which incriminates the perpetrators of crime. In the violence of the household the victim's witness is entitled to obtain legal protection provided for in articles 16 to 38 of Law Number 23 of 2004 concerning the elimination of domestic violence, namely: 1. Within 1 x 24 hours from knowing or receiving reports of domestic violence, the police are obliged to immediately provide temporary protection to the victim. 2. This protection is given for 7 days. 3. In providing protection, the National Police can cooperate with health workers / hospitals, social workers, volunteer assistants, spiritual advisers, shelters if any have to be published immediately. 4. The court's decision to protect victims by the national police within 1 x 24 hours must be issued immediately. 5. Requests for protection can be submitted by the victim himself or the victim's family, friends of the victim, police, escort or spiritual companion. In addition to obtaining legal protection for victims, they also obtain rights as victims contained in article 10 of Law Number 23 of 2004 concerning the elimination of domestic violence. This research is a normative juridical research, that is research conducted by examining library materials or secondary data as a basic material to be investigated by conducting a search of the laws and regulations. In this paper, the study focuses on the forms of legal protection and the obstacles to protecting witnesses.