
(Marital Rape) Pemerkosaan Dalam Perkawinan Ditinjau Dari UU No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dan Uu No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pengarang : Suryanti - Personal Name;
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2023XML Detail Export Citation
Abstract
Penelitian ini bermaksud menjawab dua pertanyaan terkait (Marital Rape) Pemerkosaan Dalam Perkawinan Ditinjau Dari UU No 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dan UU No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Pertama, Pengaturan hukum tentang pemerkosaan yang dilakukan dalam perkawinan (marital rape) di Indonesia dan kedua, Adapun Hasil dari penelitian ini penulis menyimpulkan bahwa: Pertama, Perkosaan dalam perkawinan (marital rape) dalam hukum pidana umum Indonesia, yakni KUHP belum ada pengaturannya. KUHP yang berlaku sekarang hanya mengatur megenai perkosaan yang dikenal secara umum, yakni perkosaan yang terjadi di luar ikatan perkawinan sebagaimana diatur pada Pasal 285 KUHP, sehingga perkosaan dalam perkawinan (marital rape) tidak bisa dikatakan sebagai tindak pidana perkosaan, tetapi perkosaan dalam perkawinan (marital rape) dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk kekerasan seksual yang terjadi dalam lingkup rumah tangga, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU TPKS “Kekerasan dalam Rumah Tangga” dan Pasal 8 UU PKDRT “Melarang Kekerasan dalam Ruang Lingkup Rumah Tangga”. Kedua, Terkait dengan sanksi dengan perkosaan dalam perkawinan (marital rape) yang bukan merupakan kategori tindak pidana perkosaan sebagaimana diatur pada Pasal 285 KUHP, maka konsekuensinya terhadap istri selaku korban tidak bisa mengadukan pelaku dalam hal ini suami dengan tuduhan perkosaan. Seandainya pun bisa maka dalam penyelesaian perkaranya akan di proses sebagai tindak pidana penganiayaan, yang dapat diancam dengan Pasal 351, 354,dan 356 jika mengacu pada KUHP. Selain itu pelaku perkosaan dalam perkawinan (marital rape) juga dapat dijatuhi sanksi pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (b) UU TPKS dan Pasal 46 UU PKDRT.
Kata Kunci : Marital Rape, Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
The research aims to describe the research question related to the Marital Rape review of Law No 12 of 2022 on Sexual Assault Offenses and Law No 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence. Based on the data analysis, the researcher concluded that; first, marital rape has not regulated in Indonesian general criminal Law. The current criminal code only regulates rape known in general, namely rape that occurs outside of marriage ties as stipulated in Article 285 of the Criminal Code. So, that rape in marriage (marital rape) cannot be stated as a criminal rape act. It can be categorized as a form of sexual violence that occurs within the household sphere, as stipulated in Article 4 paragraph (2) of the TPKS Law "Domestic Violence" and Article 8 of the PKDRT Law "Prohibiting Violence in the Household Scope". Second, related to the sanction of marital rape was stipulated in Article 285 of the Criminal Code, the consequence is that the wife, as the victim, cannot report the husband as the perpetrator on charges of rape. Even if it were possible, in the case settlement, it would be processed as a crime of persecution, which can be threatened with Articles 351, 354 and 356 that refer to the Criminal Code. In addition, perpetrators of marital rape can also be subject to criminal sanctions following the provisions of Article 6 paragraph (b) of the TPKS Law and Article 46 of the PKDRT Law. Keywords: Marital Rape, Sexual Violence, Elimination of Violence in Household