Penerapan Sistem Pembalikan Beban Pembuktian (Omkering Van Het Bewijslast) Tindak Pidana Korupsi Dalam Hukum Acara Pidana | ELECTRONIC THESES AND DISSERTATION
Image of Penerapan Sistem Pembalikan Beban Pembuktian (Omkering Van Het Bewijslast) Tindak Pidana Korupsi Dalam Hukum Acara Pidana

Penerapan Sistem Pembalikan Beban Pembuktian (Omkering Van Het Bewijslast) Tindak Pidana Korupsi Dalam Hukum Acara Pidana

Pengarang : Daniel KalaLembang - Personal Name;

Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2017
XML Detail Export Citation
    SKRIPSI

Abstract

Tindak pidana korupsi adalah suatu kejahatan luar biasa yang memerlukan instrument hukum yang luar biasa pula untuk memberantas keberadaannya. Permasalahan selanjutnya ialah bahwa pembalikan beban pembuktian ini mengecualikan asas praduga tidak bersalah dan ICCPR (International Covenan On Civil and Political Rights) yang melarang memaksa seseorang unutk memberikan kesaksian yang memberatkan. Rumusan masalah pertama terkait tentang sistem pembalikan beban pembuktian (Omkering Van Het Bewijslast) dalam hukum acara pidana. Rumusan masalah kedua berhubungan dengan penerapan sistem pembalikan beban pembuktian pada tindak pidana korupsi. Sistem pembuktian yang diberlakukan dalam tindak pidana korupsi ini berbeda dengan yang diberlakukan pada hukum acara pada umumnya, akan tetapi sistem pembalikan beban pembuktian ini tetap mengacu pada KUHAP. Jenis penelitin yang digunakan adalah penilitian yuridis normatif melalui pendekatan perundangundangan (Statute Approach) dan pendekatan konseptual (Analitycal and Conseptual Approach) Sistem pembuktian dalam sistem hukum pidana formil Indonesia khususnya KUHAP, beban pembuktian mengenai ada atau tidaknya tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa terletak pada Jaksa Penuntut Umum. Sistem pembalikan beban pembuktian dalam Pasal 37 diterapkan pada tindak pidana selain yang dirumuskan dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 Undang-Undang No.31 Tahun 1999 dan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, karena bagi tindak pidana menurut pasal-pasal yang disebutkan tersebut berlaku sistem pembuktian sebagaimana dalam ketentuan Pasal 37A dan Pasal 38B. Dengan demikian, sistem pembalikan beban pembuktian dalam Pasal 37 hanya diterapkan pada tindak pidana dalam Pasal 12B. Penelitian ini juga menjelaskan mengenai bagaimana peranan sistem pembuktian terbalik terhadap penjatuhan putusan oleh Hakim, dan peran kejaksaan dalam merampas kembali kerugian negara melalui jalur pidana dan perdata.

Tidak Tersedia Deskripsi

Detail Informasi