Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (Perma Gugatan Sederhana) yang ditetapkan pada tanggal 7 Agustus 2015 oleh Ketua MA. Terbitnya Perma Gugatan Sederhana merupakan salah satu respon atas keinginan masyarakat yang membutuhkan prosedur penyelesaian sengketa yang lebih sederhana, cepat, dan biaya ringan, terutama dalam hubungan hukum yang bersifat sederhana. Penyelesaian gugatan sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. Aturan mengenai gugatan sederhana terbit untuk mempercepat proses penyelesaian perkara sesuai asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan. Tujuan lain dengan adanya Perma Gugatan Sederhana merupakan salah satu cara mengurangi volume perkara di pengadilan. Perbedaan yang paling jelas antara gugatan sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah nilai kerugian materil yang lebih khusus ditentukan pada gugatan sederhana, yakni maksimal Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Sedangkan pada gugatan pada perkara perdata biasa, nilai kerugian materil tidak dibatasi besarnya. Di samping itu, gugatan sederhana ini diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal dalam lingkup kewenangan peradilan umum. Yurisdiksi Gugatan sederhana termasuk dalam kewenangan atau ruang lingkup peradilan umum. Tidak semua perkara dapat diselesaikan dengan mengajukan Gugatan sederhana karena telah ditentukan batasan-batasan perkara yang masuk dalam kategori Gugatan sederhana. Semua materi PERMA Nomor 2 Tahun 2015 sudah sesuai dan telah diterapkan di banyak negara. Seperti, jangka waktu penyelesaiannya terbatas, dengan hakim tunggal, ada batasan nilai gugatan, dan putusan final di tingkat pertama.

Kata kunci: Mahkamah Agung. Pengadilan Negeri, Gugatan Sederhana, Rasio Decidendi

The Supreme Court (MA) issued Supreme Court Regulation (Perma) No. 2 of 2015 concerning Procedures for Settlement of Simple Lawsuits (Simplified Lawsuit Perma) which was stipulated on August 7, 2015 by the Chief Justice of the Supreme Court. The issuance of the Simplified Lawsuit is a response to the public's desire to require a dispute resolution procedure that is simpler, faster, and less costly, especially in simple legal relationships. Settlement of a simple lawsuit is the procedure for examining a civil suit in court with a material claim of a maximum value of Rp. 200,000,000.00 (two hundred million rupiah) which is settled with simple procedures and evidence. Rules regarding simple lawsuits are issued to speed up the process of resolving cases according to the principles of simple, fast, low-cost justice. Another goal with the existence of a simple lawsuit is one way to reduce the volume of cases in court. The most obvious difference between a simple lawsuit and a lawsuit in general is the value of the material loss which is more specifically determined in a simple lawsuit, which is a maximum of Rp. 200,000,000.00 (two hundred million rupiah). Meanwhile, in ordinary civil cases, the amount of material loss is not limited. In addition, this simple lawsuit is examined and decided by a single judge within the scope of the general court's authority. Jurisdiction Simple lawsuits fall within the authority or scope of the general court. Not all cases can be resolved by filing a simple lawsuit because the limits for cases that fall into the category of simple lawsuits have been determined. All materials of PERMA Number 2 of 2015 are appropriate and have been applied in many countries. For example, the settlement period is limited, with a single judge, there is a limit on the value of the lawsuit, and the final decision is in the first instance. Keywords: Supreme Court. District Court, Simple Lawsuit, Decidendi Ratio