
Studi Perbandingan Kebijakan Hukum Pidana Pada Kejahatan Cyberbullying Di Indonesia Dan Korea Selatan
Pengarang : Berthi Ramadhani P - Personal Name;
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan., 2022XML Detail Export Citation
Abstract
Kebijakan hukum pidana tentang kejahatan cyberbullying di Indonesia belum memiliki pengaturan yang jelas, sehingga dapat melihat kebijakan hukum pidana yang mempunyai pengaturan yang lebih jelas di negara lain yaitu Korea Selatan. Metode penelitian yang digunakan ialah penelitian normatif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual, dan pendekatan komparatif. Hasil penelitian bahwa kebijakan hukum pidana tentang cyberbullying di Korea Selatan sudah mengatur lebih jelas mengenai pengertian/definisi cyberbullying, sedangkan di Indonesia belum mendefinisikannya secara normatif. Pengaturan cyberbullying di Korea Selatan diatur pada “Act On Promotion Of Information and Communications Network Utilization And Information” dan “Act On The Prevention Of And Countermeasures Against Violence In Schools” sedangkan di Indonesia hanya diatur pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan telah dilakukan perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Terdapat 8 kriteria cyberbullying (Flaming, Harassment, Denigration, Impersonation, Outing, Trickery, Cyberstalking dan Exclusion). Pengaturan di Indonesia hanya mencakup 5 kriteria yaitu harassment, denigration, cyberstalking, outing, impersonation sedangkan di Korea Selatan sudah mencakup 7 kriteria (tidak termasuk exclusion). Kebijakan hukum pidana cyberbullying di Korea Selatan dapat dijadikan salah satu landasan dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia diantaranya definisi/pengertian cyberbullying, unsur-unsur tindak pidana lebih lengkap dan jelas, sistem informasi yang lebih rapi dan teratur sehingga pembuktian tindak pidana lebih mudah dilakukan, penanggulangan kebijakan hukum pidana mencakup dari sisi penal (penanggulangan melalui sarana hukum) dan sisi non penal (penanggulangan melalui non sarana hukum).
Criminal law policies regarding cyberbullying crimes in Indonesia do not yet have clear regulations, so you can see criminal law policies that have clearer regulations in other countries, namely South Korea. The research method used is normative research. The problem approach uses a legal approach, a conceptual approach, and a comparative approach. The results of the study show that the criminal law policy on cyberbullying in South Korea has more clearly regulated the meaning/definition of cyberbullying, while in Indonesia it has not defined it normatively. Cyberbullying arrangements in South Korea are regulated under "Act On Promotion Of Information and Communications Network Utilization And Information" and "Act On The Prevention Of And ountermeasures Against Violence In Schools" while in Indonesia it is only regulated by Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions and has been amended to become Law of the Republic of Indonesia Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions. There are 8 criteria for cyberbullying (Flaming, Harassment, Denigration, Impersonation, Outing, Trickery, Cyberstalking and Exclusion). The regulation in Indonesia only includes 5 criteria, namely harassment, denigration, cyberstalking, outing, impersonation, while in South Korea it includes 7 criteria (excluding exclusion). Cyberbullying criminal law policies in South Korea can be used as a basis for reforming criminal law in Indonesia including the definition/understanding of cyberbullying, the elements of criminal acts are more complete and clear, the information system is neater and orderly so that it is easier to prove criminal acts, overcome criminal law policies cover the penal side (countermeasures through legal means) and the non-penal side (countermeasures through non-legal means).