
Eksekusi Tindakan Kebiri Kimia (Chemical Castration) Dalam Perspektif Hukum Pidana Dan Kode Etik Kedokteran
Pengarang : Noor Azizah
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan,2019Abstrak Indonesia
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penerapan hukuman kebiri kimia sebagai pidana tambahan di dalam undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pengganti undang-undang no. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. di sisi lain ikatan dokter indonesia menyatakan menolak menjadi pelaksana kebiri kimia sesuai dengan fatwa majelis kedokteran etik kedokteran (mkek) nomor 1 tahun 2016 tentang kebiri kimia karena dianggap melanggar kode etik kedokteran. tujuan penelitian adalah untuk menganalisis eksekusi tindakan kebiri kimia apakah telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. tujuan selanjutnya, adalah untuk menganalisis eksekusi tindakan kebiri kimia apakah telah sesuai dengan kode etik kedokteran indonesia. penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan tipe penelitian hukum normatif sehingga metode analisis yang digunakan adalah telaah kualitatif yang dibangun atas dasar argumentasi hukum untuk menjawab problematika isu hukum penelitian ini. hasil penelitian menunjukkan bahwa eksekusi tindakan kebiri kimia dalam perspektif hukum pidana indonesia, secara normatif dogmatik, telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di indonesia, yakni telah diatur dalam pasal 81 ayat 7 undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pengganti undang-undang no. 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. selanjutnya, eksekusi putusan hukuman kebiri kimia yang dilakukan kepada pelaku kejahatan seksual tidak termasuk dalam pelanggaran kodeki. bahkan seharusnya idi menafsirkan pelaksanaan kebiri kimia sebagai tindakan hukum atau eksekusi atas putusan pengadilan dan bukan menafsirkan sebagai tindakan medis seperti yang tertuang dalam fatwa majelis kedokteran etik kedokteran (mkek) nomor 1 tahun 2016 tentang kebiri kimia. rekomendasi penulis adalah sebaiknya tata cara pelaksanaan putusan hukuman kebiri kimia segera dibuat dan diatur dalam perundang-undangan yang khusus setingkat undang-undang atau peraturan pemerintah sehingga tidak menimbulkan polemik atau keragu-raguan bagi jaksa eksekutor maupun bagi pelaksana kebiri kimia dan hal ini juga untuk mengakomodir apabila dikemudian hari ada tindak pidana lain yang juga diancam dengan pidana tambahan berupa kebiri kimia. selain itu sebagai alternatif untuk melaksanakan putusan hukuman kebiri kimia dan untuk menengahi kepentingan antara putusan hakim dan pendapat idi serta untuk mengisi kekosongan hukum pelaksana putusan kebiri kimia, jaksa eksekutor dapat menunjuk salah profesi alternatif untuk melakukan hukuman kebiri kimia antara lain dokter kejaksaan, dokter kepolisian, dokter militer, tenaga kesehatan lain yang terlatih. rekomendasi lainnya adalah sebaiknya mkek melakukan perubahan atas kodeki atau menambahkan pengecualianpengecualian pada kodeki untuk mengakomodir peraturan yang lebih tinggi khususnya mengenai pelaksanaan kebiri kimia, karena menurut pendapat penulis tidak ada profesi yang lebih kompeten untuk melakukan kebiri kimia selain profesi dokter.
Abstrak Indonesia
This research is based by the criminal punishment of chemical castration as an additional punishment criminal act in law number 17 of 2016 concerning the determination of substitution regulations law no. 1 of 2016 concerning the second amendment to law no. 23 of 2002 concerning child protection. on the other hand, the indonesian medical association stated that it refused to become the implementer of chemical castration in accordance with the fatwa of the medical ethics medical council (mkek) number 1 of 2016 concerning chemical castration because it was considered to violate the medical ethics code. the purpose of the study was to analyze the execution of chemical castration punishment whether it was in accordance with applicable law. the next goal, is to analyze the execution of the chemical castration penalty whether it is in accordance with the indonesian medical ethics code. this study is a legal research with a type of normative legal research so that the analytical method used is a qualitative study that is built on the basis of legal arguments to answer the problems of the legal issues of this research. the results of the study show that the execution of chemical castration penalties in the perspective of indonesian criminal law, dogmatically normative, is in accordance with the provisions of the applicable law in indonesia, namely stipulated in article 81 paragraph 7 of act number 17 of 2016 concerning determination of regulations in lieu of law no.1 of 2016 concerning the second amendment to law no. 23 of 2002 concerning child protection. furthermore, the execution of a chemical castration verdict committed against a perpetrator of a sexual crime is not included in the kodeki violation. in fact, the idi should interpret the implementation of chemistry as a legal action or the execution of a court decision rather than interpret it as a medical action as stated in the fatwa of the medical ethics medical council (mkek) number 1 of 2016 concerning chemical castration. the author's recommendation is that the procedure for the implementation of the chemical castration penalty should be immediately made and regulated in legislation specifically at the level of laws or government regulations so as not to cause polemics or hesitation for the prosecutor and implementers of chemical castration and to accommodate this. if in the future there is another crime that is also threatened with additional crime in the form of chemical castration. other than that as an alternative to implementing the chemical castration punishment verdict and to mediate between the judge's decision and idi's opinion and to fill the legal vacuum implementing the chemical castration ruling, the prosecutor may appoint an alternative profession to impose chemical castration, including the prosecutor's doctor, police doctor, military doctor, other trained health personnel. another recommendation is that mkek should make changes to kodeki or add exceptions to kodeki to accommodate higher regulations, especially regarding the implementation of chemical castration, because in the author's opinion there is no profession that is more competent to do chemical castration than the doctor's profession.