
Prosedur Penegakan Hukum Terhadap Calon Anggota DPR RI Petahana (Incumbent) yang Disangka Melakukan Tindak Pidana Pemilu
Pengarang : Iwan Sumarno
Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan,2020Abstrak Indonesia
Pada pemilu 2019 di kota tarakan terjadi kasus yang menarik perhatian public yaitu terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh salah satu calon anggota dpr ri petahana yang di sangka melakukan pidana pemilu, akan tetapi kasus tersebut sangat sulit di bawa ke proses pengadilan dengan menjatuhkan hukuman kepada tersangka karena kasus tersebut dihentikan penyidikinnya oleh pihak kepolisian karena daluwarsa. penyebab daluwarsanya kasus tersebut karena wajibnya izin tertulis dari presiden, yang harus dilengkapi untuk melakukan pemeriksaan/ pemanggilan terhadap anggota dpr ri. ketentuan pasal 245 ayat (1) undang-undang nomor 2 tahun 2018 (uu md3) pasca putusan mahkamah konstitusi nomor 16/puu-xvi/2018 menyatakan bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota dpr yang di duga melakukan tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pasal 224, harus mendapatkan persetujuan tertulis presiden. penelitian ini bertujuan untuk mengkaji prosedur penegakan hukum terhadap calon anggota dpr ri petahana yang disangka melakukan tindak pidana pemilu. penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan kasus. pendekatan perundangundangan mengacu kepada undang-undang nomor 7 tahun 2017 dan undang-undang nomor 2 tahun 2018 pasca putusan mahkamah konstitusi nomor 16/puu-xvi/2018, sedangkan pendekatan kasus adalah pendekatan yang diperoleh dari contoh kasus yang diangkat. hasil penelitian ini menunjukan bahwa undang-undang pemilu bertentangan dengan pasal 245 ayat (1) undang-undang md3 terkait izin presiden dalam tahap penyidikan anggota dpr yang diduga melakukan tindak pidana dan pemberlakuan inabsentia dalam undang-undang pemilu. tindak pidana pemilu dalam undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilu menurut teori dapat di simpulkan bahwa dari aspek perbuatan, pelaku dan sanksi pidana terdapat kekhususan di bandingkan dengan tindak pidana umum. akan tetapi kekhususan tersebut tidak di ikuti norma yang berlaku. upaya mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui pembuatan peraturan tertentu sebagaimana diamanatkan uu pemilu, kesepakatan bersama antara kpu – bawaslu dan lembaga penegak hukum mengenai tata cara penanganan pelanggaran, serta meningkatkan kapasitas aparat di masing-masing lembaga mengenai aturan perundang-undangan pemilu.
Abstrak Indonesia
In the 2019 election in tarakan, a case that caught the attention of the public was the abuse of authority by one of the incumbent dpr ri members who suspected of committing election crime. but the case was very difficult to bring to court because it was stopped by the police as it has expired. the reason for the expiration of the case was because there had to be written permission for the president, which had to be completed to carry out an examination/summons of members of the indonesian parliament. provisions of article 245 paragraph (1) of law number 2 of 2018 (md3 law) after the constitutional court decision number 16/puu-xvi/2018 state that summons and requests for information for investigations against members of the dpr suspected of committing criminal offenses not related to the implimentation of the tasks reffered to in article 224, must obtain written approval from the president. this study aimed to examine the law enforcement procedures for incumbent dpr ri candidates who are suspected of committing election crime. this study used a normative legal research method with statutory and case approaches. the statutory approach refers to law number 7 of 2017 and law number 2 of 2018 after the constitutional court decision number 16/puu-xvi/2018, while the case approach was obtained from the sample of cases raised. the result of this study indicate that the election law contradicts article 245 paragraph (1) of the md3 law related to the president’s permission in the investigation stage of members of the dpr who are suspected of committing criminal offenses and the enforcement of inabsentia in the election law. election criminal acts in law number 7 of 2017 concerning election theoretically can be concluded that, from the aspect of acts, perpetrators and criminal sanctions, there are specificaties compared to general criminal acts. however, these specificities are not followed by applicable norms. efforts to overcome these problems can be done through making certain regulations as mandated by the election law, a joint agreement between the kpu-bawaslu and law enforcement agencies regarding procedures for handling violations, and increasing the capacity of officials in each institution regarding electoral legislation.