UPT. Perpustakaan Universitas Borneo Tarakan | ELECTRONIC THESES AND DISSERTATION
Image of Tinjauan Izin Poligami Dalam Hukum Positif Di Indonesia

Tinjauan Izin Poligami Dalam Hukum Positif Di Indonesia

Pengarang : Dinda Rani Safitri

Perpustakaan UBT : Universitas Borneo Tarakan,2020
    SKRIPSI

Abstrak Indonesia

Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri, seorang isteri hanya boleh mempunyai seorang suami namun, undang-undang memperbolehkan adanya perkawinan poligami dengan harus memenuhi syarat alternative dan syarat kumulatif. berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik dengan permasalahan yang harus diteliti yaitu tujuan adanya izin dari pengadilan agama saat ingin berpoligami dan apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan izin poligami di pengadilan agama tarakan. dari permasalahan tersebut penulis mengambil tipe penelitian yuridis- normatif yang dimana metode penelitian hukum ini pada dasarnya ialah penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan dari berbagai unsur-unsur empiris. teknik pengumpulannya diambil melalui perundang-undangan, catatan resmi, dan putusan hakim, serta melakukan sedikit wawancara dengan hakim yang menangani perkara. hasil dari permasalahan ini adalah dalam hal hanya apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan, maka pengadilan dapat memberi izin kepada suami untuk beristeri lebih dari seorang (pasal 3 uu no. 1 tahun 1974), melalui izin poligami dari pengadilan agama dimaksudkan agar mendapatkan kepastian hukum dan konsekuensi hukum. selain itu pengadilan agama hanya memberi izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan istri tidak dapat melahirkan keturunan dengan catatan istri telah menyatakan sikap bahwa istri mampu dan rela dipoligami melalui tulisan ataupun lisan yang diucapkan dihadapan persidangan tetapi, jika istri tidak dapat dimintai keterangan tanpa alasan yang jelas maka hakim menyatakan bahwa istri tidak menggunakan haknya untuk membantah dalil yang diberikan oleh suami dengan itu hakim memutuskan bahwa istri menyetujui untuk dipoligami melalui izin tertulis yang telah istri tanda tangani. penulis berharap untuk kedepannya masyarakat sadar akan pentingnya izin poligami dari istri pertama dan pengadilan agama sebelum melakukan perkawinan poligami, dan untuk kedepannya ketentuan persetujuan istri lebih dipertegas lagi dengan mengadirkan istri dihadapan persidangan sebelum diputuskan karena dikhawatirkan akan menjadi celah bagi suami yang mengajukan poligami dengan memalsukan tanda tangan dipernyataan persetujuan istri.

Abstrak Indonesia

Basically, in a marriage a man may only have a wife, a wife may only have a husband, however, the law allows for polygamous marriages by fulfilling alternative and cumulative conditions. based on the explanation above, the writer is interested in the problem that must be investigated, namely the purpose of having a permit from the religious court when he wants to polygamy and what is the basis for the judge's consideration in granting a polygamy permit in the tarakan religious court. from these problems the authors take the type of legal-normative research in which the legal research method is basically a combination of normative legal approaches with the addition of various empirical elements. the collection technique is taken through legislation, official records, and judges' decisions, and conducts a small interview with the judge handling the case. the result of this problem is in the case that only if desired by the parties concerned, the court can give permission for the husband to have more than one wife (article 3 of law no. 1 of 1974), through the permission of polygamy from the religious courts intended to obtain legal certainty and legal consequences. in addition, the religious court only gives permission to husbands who will have more than one wife if the wife cannot carry out her obligations as a wife, the wife has a disability or incurable disease and the wife cannot give birth to offspring provided the wife has stated the attitude that the wife is capable and willing to be polygamy through written or oral spoken before the trial but, if the wife can not be questioned without a clear reason then the judge states that the wife does not exercise her right to refute the proposition given by her husband. the judge then decides that the wife agrees to be polygamy through written permission the wife signed. the author hopes that in the future the public will be aware of the importance of polygamy permission from the first wife and religious court before conducting polygamy marriage, and for the future the provisions of the wife's consent are further emphasized by presenting the wife before the trial before being decided because it is feared that it will become a gap for the husband who filed polygamy by faking a sign the hand of the wife's approval.