Dprd sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah memiliki tugas dan fungsi, salah satunya adalah fungsi legislasi. dalam menjalankan fungsi legislasi, dprd provinsi kalimantan utara dapat dikatakan belum optimal. produk-produk hukum yang dihasilkan kebanyakan adalah usulan dari pemerintah daerah provinsi daripada inisiatif dari dprd provinsi, sedangkan dprd sebagai lembaga perwakilan rakyat seharusnya menggunakan hak inisiatifnya untuk menyuarakan aspirasi masyarakat yang ditampung pada masa reses. penggunaan hak inisiatif dprd provinsi kalimantan utara jarang digunakan dilihat dari periode tahun 2019-2022, peraturan daerah inisiatif dprd provinsi kalimantan utara yang berhasil disahkan hanya 3 (tiga) peraturan daerah sementara 7 (tujuh) ranperda lainnya masih dalam tahap pembahasan. penelitian ini bertujuan untuk menjawab dua pertanyaan terkait bagaimana implementasi fungsi legislasi di dprd provinsi kalimantan utara. pertama, bagaimana implementasi fungsi legislasi di dprd provinsi kalimantan utara dalam penyusunan peraturan daerah? kedua, faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam menjalankan fungsi legislasi? skripsi ini menggunakan metode pendekatan empiris dengan sumber data yang diperoleh dari data primer yaitu wawancara serta data sekunder, kemudian diolah dengan menggunakan teknik kualitatif. hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menjalankan fungsi legislasi, dprd provinsi kalimantan utara masih belum terlaksana dengan optimal karena dilihat dari daftar program pembentukan peraturan daerah (propemperda), kebanyakan usulan ranperda diajukan oleh eksekutif dibandingkan dengan legislatif, dimana masyarakat mengharapkan produk hukum yang dihasilkan dapat sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta kondisi khusus daerahnya. selain itu, faktor penghambat dalam proses pembentukan perauran daerah disebabkan banyaknya ranperda yang batal akibat tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, serta banyaknya peraturan daerah yang tidak memiliki aturan lanjutan.

Dprd as a regional people’s representative institution has duties and functions, one of which is the function of legislation. in carrying out its legislative functions, it can be said that the dprd of north kalimnatan province has not been optimal. most of the legal products produced are proposals from the provincial dprd, while the dprd as a people’s representative institution should use its initiative rights to voice the aspirations of the people which are accommodated during recess. the use of north kalimantan provincial dprd’s initiative rights is rarely used, it can be seen from the 2019-2022 period, there are only 3 (three) regional regulations initiated by the north kalimantan provincial dprd’s initiated by the north kalimantan provincial dprd were successfully ratified, while 7 other drafts of regional regulation are still in the discussion stage. this study aimed to answer two questions related how the function of legislation was implemented in the dprd of north kalimantan province. first, how is the implementation of legislative function in the dprd of north kalimantan province in drafting regional regulations? second, what are the factors that become obstacles in carrying out the legislative function? this research used an empirical approach with data sources obtained from primary in the form of interviews, and secondary data. both of the data were then processed using qualitative techniques. the results showed that in carrying out the legislative function dprd of north kalimantan province had not implemented the function optimally. this case can be seen from the list of regional regulation formation programs (propemperda) that most proposals were just for draft regionall reegulations and were submitted by the executive compared to the legislative. society expects that legal products which were produced can be in accordance with the needs of the community and the special conditions of the region. in addition, the inhibiting factors in the process of forming regional regulations were caused by the cancelation of so many draft regional regulations due to overlapping with higher laws and regulations, and so many regional regulations that did not have follow-up regulations.