Air Susu Ibu (ASI) mempunyai banyak manfaat untuk melindungi bayi dari infeksi karena mudah dicerna dan diserap yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan optimal bagi bayi. World Health Organization merekomendasikan pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan tanpa diberi pamakanan lain kemudian dilanjutkan pemberian ASI sampai dua tahun pertama kehidupan bayi. Salah satu pengobatan non-farmakologi yaitu dengfan mengkonumsi daun katuk (Saropus Androgynus) yang mengandung senyawa aktif seperti alkaloid dan sterol yang berperan dalam pembentukan ASI. Tujuan dari studi kasus dibedakan menjadi tujuan umum yaitu untuk mengetahui asuhan kebidanan kehamilan dengan pemberian rebusan daun katuk terhadap kelancaran ASI pada ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Gunung Lingkas serta tujuan khusus yaitu mengidentifikasi tingkat produksi ASI sebelum dan setelah diberikan rebusan daun katuk di wilayah kerja Puskesmas Gunung Lingkas, menganalisis perbedaan produksi ASI sebelum dan setelah diberikan rebusan daun katuk di wilayah kerja Puskesmas Gunung Lingkas dan mengetahui apakah terdapat pengaruh sifgnifikan dari pemberian rebusan daun dari pemberian rebusan daun katuk terhadap pemberian rebusan daun katuk terhadap peningkatan produksi ASI. Metode penelitian yang digunakan adalah pengumpulan data dengan wawancara dan analisis dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum pemberian air rebusan daun katuk Skala Likert menunjukkan skor 12 kategori tidak lancar dan seteleh pemberian air rebusan daun kelor menunjukkan skor 29 kategori lancar. Hal ini menunjukkan pemberian air rebusan daun katuk memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan ASI.
Kata Kunci: ASI Eklusif, Daun Katuk, Ibu Nfas, Produksi ASI, Air Rebusan Daun Katuk

Breastfeeding offers numerous advantages in safeguarding newborns from infections due to its ease of digestion and absorption, which are conducive to normal growth and development. The World Health Organization recommends exclusive breastfeeding for 6 months without any other food and then continued breastfeeding for the first two years of life. Nonetheless, several internal factors, including inadequate knowledge and attitudes, alongside external factors such as insufficient family support and the promotion of formula milk, contribute to the low rates of exclusive breastfeeding. To overcome the problem of low breast milk production, pharmacological and non-pharmacological treatments are used. One non-pharmacological treatment involves the use of katuk leaves (Sauropus androgynus), which contain active components such as alkaloids and sterols that contribute to breast milk production. The purpose of the case study is divided into general objectives, namely to determine the obstetric care of pregnancy by giving a decoction of katuk leaves to the smoothness of breast milk in postpartum women at Puskesmas Gunung Lingkas. The primary objective of this study was to ascertain the level of breastfeeding production prior to and subsequent to the administration of a katuk leaf decoction within at Puskesmas Gunung Lingkas, to analyze the variations in breastfeeding production before and after the intervention, and to evaluate whether there exists a significant impact of the katuk leaf decoction on enhancing breastfeeding production. The research approach employed is data collecting through interviews and documentation analysis. The results showed that before giving water decoction of katuk leaves, the Likert scale showed a score of 12 categories not smooth, but after giving water decoction of moringa leaves, the score was 29 categories smooth. This demonstrates that the administration of katuk leaf decoction water has a significant effect on breastfeeding production. Keywords: Exclusive breastfeeding, katuk leaves, postpartum mothers, milk production, boiled water of katuk leaves